LAPORAN KULIAH LAPANGAN
LABORATORIUM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
UJI PENENTUAN CARDIOVASCULAR MENGGUNAKAN MESIN EKG (ELEKTROKARDIOGRAM)
LABORATORIUM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
UJI PENENTUAN CARDIOVASCULAR MENGGUNAKAN MESIN EKG (ELEKTROKARDIOGRAM)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Praktikum Fisiologi Hewan yang Diampu Oleh : Siti Nurkamilah, M.Pd
Disusun Oleh :
Adelisna 15543005
Yani Juniarti 15543007
Dini Rahmayanti 15544005
Teguh Imshan Karim 15544006
Neng Saadatul Muharomah 15544007
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MIPA DAN ILMU TERAPAN
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
IPI - GARUT
2018
I.
Judul Percobaan
Kontraksi Otot Jantung
II.
Tujuan Percobaan
Mengetahui aktivitas jantung praktikan (Teguh Imshan
Karim) dengan menggunakan EKG
I III.
Landasan Teori
Elektrokardiagram
(EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik
jantung. Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut
sebagai gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan
pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium.
Elektrokardiogram (ECG
atau EKG) adalah tes non-invasif yang digunakan
untuk mencerminkan kondisi jantung
yang mendasarinya dengan
mengukur aktivitas listrik jantung.
Dengan posisi lead (listrik sensing
perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang
kondisi jantungyang dapat dipelajari dengan mencari
pola karakteristik pada EKG.
Elektrokardiogram,
EKG atau ECG: Sebuah EKG adalah bagian penting dari evaluasi awal pasien yang
diduga memiliki masalah jantung yang terkait. Elektroda lengket kecil
diterapkan ke dada pasien, lengan dan kaki. Namun, dengan beberapa sistem,
elektroda dapat diterapkan untuk bahu dada, dan sisi dada bagian bawah, atau
pinggul. Kabel digunakan untuk menghubungkan pasien dengan mesin EKG. Anda akan
diminta untuk tetap diam sementara perawat atau teknisi catatan EKG. Aktivitas
listrik yang diciptakan oleh pasien jantung diproses oleh mesin EKG dan
kemudian dicetak pada kertas grafik khusus. Ini kemudian ditafsirkan oleh
dokter Anda. Ini membutuhkan waktu beberapa menit untuk menerapkan elektroda
EKG, dan satu menit untuk membuat rekaman yang sebenarnya.
A.
Kegunaan EKG
EKG
dapat memberikan data yang mendukung diagnosis dan pada beberapa kasus penting
untuk penetalaksanaan pasien. EKG penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan
kelainan irama jantung. EKG membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada, dan
ketepatan penggunaan trombolisis pada infark miokard tergantung padanya. EKG
dapat membantu mendiagnosis penyebab sesak nafas.
Karena
aktivitas listrik memicu aktivitas mekanis, kelainan pola listrik biasanya
disertai oleh kelainan aktivitas kontraktil jantung. Evaluais terhadap EKG
dapat memberikan informasi yang berguna mengenai status jantung, termasuk
kecepatan denyut, irama dan kesehatan otot-ototnya.
1. Kelainan
Kecepatan
Jarak
antara dua kompleks QRS yang berurutan di sebuah rekaman EKG dikalibrasikan ke
kecapatan jantung. Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit
dikenal sebagai takikardia(cepat), sedangkan denyut yang lambat yang kurang
dari 60 kali per menit disebut bradikardi(lambat).
2. Kelainan
Irama
Irama
mengacu pada keteraturan gelombang EKG. Setiap variasi irama normal dan urutan
eksitasi jangtung disebut aritmia.
o
Flutter Atrium ditandai oleh urutan
deplolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat dengan kecepatan antara 200
sampai 300 denyut per menit.
o
Fibrilasi Atrium ditandai oleh
depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak terkordinasi tanpa
gelombang P yang jelas.
o
Fibrilasi Ventrikel adalah kelainan
irama yang sangat serius dengan otot-otot ventrikel memperlihatkan kontraksi
yang kacau dan tidak terkoordinasi.
3. Miopati
Jantung
Gelombang
EKG abnormal juga penting dalam mengenali dan menilai miopati jantung (kerusakan
otot jantung).
Kegunaan
EKG adalah :
· 1. Mengetahui kelainan-kelainan irama
jantung (aritmia)
· 2. Mengetahui kelainan-kelainan miokardium
(infark, hipertrophy atrial dan ventrikel)
· 3. Mengetahui adanya pengaruh atau efek
obat-obat jantung
· 4. Mengetahui adanya gangguan elektrolit
· 5. Mengetahui adanya gangguan perikarditis.
Pada
umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu
jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan
jantung, IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh
obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain
seperti penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru, mixedema.
B. Sistem
Konduksi Jantung
1. Sinoatrial
Node (SA Node)
Suatu
tumpukan neuromuskular yang kecil, berada di dalam dinding atrium kanan di
ujung kristo terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung,
dari sini impuls diteruskan ke antrioventrikuler node.
2. Antrioventrikular
Node (AV Node)
Susunannya
sama seperti sinoatrium node. Berada di dalam septum atrium dekat muara sinus
koronarius. Selanjutnya impuls-impuls diteruskan ke antrioventrikuler bundel
melalui berkas wenkebach.
3. Antrioventrikuler
Bundel (AV Bundel)
Mulai
dari AV bundel berjalan ke arah depan pada pinggir posterior dan pinggir bawah
pars membranasea septum interventrikulare. Pada bagian cincin yang terdapat
antara atrium dan ventrikel analus vibrosus, rangsangan terhenti 1/10 detik
selanjutnya menuju ke arah apeks kordis dan bercabang dua :
a) Pars
septalis dekstra melanjut ke arah AV bundel di dalam pars mucularis septum
interventrikulare menuju ke dinding depan depan ventrikel kanan.
b) Pars
septalis sinistra berjalan di antara pars membranacea dan pars mucularis sampai
di sisi kiri septum interventrikularis menuju basis M. Papilaris inferior
ventrikel kiri. Serabut-serabut pars septalis kemudian bercabang-cabang menjadi
serabut terminal (serabut purkinje).
4. Seraburt
penghubung Terminal
Serabut
penghubung terminal (serabut purkiunje) berupa anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
C.
Sifat-Sifat Sel Jantung
Sel-sel
otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel
(intraselular) dan ruang luar sel (ekstraseluler). Dari ion-ion ini, yang
terpenting ialah ion Natrium (Na+) dan ion Kalium (K+).
Kadar K+ intraselular sekitar 300 kali lebih tinggi dalam ruang
ekstraselular daripada dalam ruang intraselular.
Membran
sel otot jantung ternyata lebih permiabel untuk ion negatif daripada ion Na+.
Dalam keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial membran
bagian dalam dan bagian luar tidak sama. Membran sel otot jantung saat
istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian luar berpotensial lebih
positif dibandingkan dengan bagian dalam. Selisih potensial ini disebut sebagai
potensial membran, uang dalam keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila membran
otot jantung dirangsang, sifat permeabel membran berubah sehingga ion Na+ masuk
ke dalam sel, yang menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mV menjadi
+20 mV (potensial diukur intraselular terhadap ekstraselular). Perubahan
potensial membrab karena stimulus ini disebut depolarisasi. Setelah proses
depolarisasi selesai, maka potensial membran kembali mencapai keadaan semula yang
disebut sebagai repolarisasi.
D.
Potensial Aksi
Bila
kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam sel otot jantung
dibandingkan dengan potensial di luar sel. Pada saat sel mendapat stimulus,
maka perubahan potensial yang terjadi sebagai fungsi dari waktu, disebut
potensial aksi. Kurva potensi aksi menunjukkan karakteristik yang khas dan
dibagi menjadi 4 fase yaitu :
a. Fase
0
Awal
potensi akhir yang berupa garis vertikal ke atas yang merupakan lonjakan
potensial hingga mencapai +20 mV. Lonjakan potensial dalam daerah intraselular
ini disebabkan oleh masuknyaion Na+ dari luar ke dalam sel.
b. Fase
1
Masa
repolarisasi awal yang pendek, dimana potensial kembali dari +20 mV mendekati 0
mV.
c. Fase
2
Fase
datar dimana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini terjadi gerak masuk
dari ion Ca++ untuk mengimbangkan gerak keluar ion K+
d. Fase
3
Masa
repolarisasi cepat dimana potensial kembali secara tajam pada tingkat awal
yaitu fase 4
E.
Sadapan-sadapan
EKG
1. Ketiga
Sadapan Anggota Bipolar
Istilah
bipolar berarti bahwa elektrokardiogram yang direkam itu berasal dari dua
elektroda yang terletak pada bagian jantung yang berbeda, dalam hal ini pada
anggota badan. Jadi, sebuah sadapan bukan merupakan kabel tunggal yang
dihubungkan dari tubuh, tetapi merupakan gabungan dari dua kabel dan
elektrodanyan untuk membentuk sebuah sirkuit yang menyeluruh antara tubuh dan
elektrodiograf.
a. Sadapan
I
Sewaktu
merekam sadapan anggota badan I, ujung negatif elektrokardigraf dihubungkan ke
lengan kanan dan ujung positifnya pada lengan kiri.
b. Sadapan
II
Untuk
merekam sadapan anggota badan II, ujung negatif elektrokardiograf dihubungkan
ke lengan kanan dan ujung positifnya pada tungkai kiri.
c. Sadapan
III
Untuk
merekam sadapan anggota badan III, ujung negatif kardiograf dihubungkan ke
lengan kiri dan ujung positifnya dihubungkan pada tungkai kiri.
2. Sadapan
Dada (Sadapan Prekordial)
Biasanya
dari dinding anterior dada dapat direkam enam macam sadapan dada yang standar
satu per satu, keenam elektroda dada diletakkan berurutan pada enam titik
seperti dalam diagram. Macam-macam rekaman tersebut dikenal sebagai sadapan V1, V2, V3, V4, V5, dan
V6.(10)
Elektroda
dipasang berurutan di enam tempat berbeda pada dinding dada :
V1 :
Pada sela iga keempat sebelah kanan dari sternum
V2 :
Pada sela iga keempat sebelah kiri sternum
V3 :
Pada pertengahan antara V2 dan V4
V4 :
Pada sela iga kelima di garis mid-klavikularis
V5 :
Horisontal terhadap V4, pada garis aksilaris anterior
V6 :
Horisontal terhadap V4, pada garis midaksilaris(1)
V7 :
Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
V8 :
Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
V9 :
Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)
3. Sadapan
Anggota Badan Unipolar yang Diperbesar
Pada
tipe perekaman ini, kedua anggota badan dihubungkan melalui tahanan listrik
dengan ujung negatif ujung alatn elektrokardiograf, sedangkan anggota badan
yang ketiga dihubungkan dengan ujung yang positif. Bila ujung positif terletak
pada tangan kanan, maka sadapan dikenal sebagai sadapan aVR dan bila pada
lengan kiri, maka disebut sebagai sadapan aVL dan bila pada tungkai kiri maka
disebut sebagai sadapan aVF.
Tiga ditambahkan antaran adalah sebagai berikut
a. aVR : membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang dari lengan
tangan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke arah electroda dari lengan tangan yang
benar
b. aVL : kutup tunggal yang ditambahkan ini membagi dua bagian sisi
dari segi tiga yang meninggalkan lengan tangan kanan ke kaki kiri. Itu
diarahkan ke arah elektrode yang positif pada lengan tangan
ini adalah dibentuk oleh satu baris tegaklurus ke sisi dari segi tiga
yang meluas dari lengan tangan kanan ke kaki kanan dan diarahkan mengarah ke
bawah ke kaki kiri.
Sadapan
ini mengukur perbedaan potensial listrik antara dua titik sehingga sadapan ini
bersifat bipolar, dengan satu kutub negatif dan satu kutub positif.
F. Siklus
Jantung dalam EKG
1. Gelombang
P
Sesuai dengan
depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari
nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik berhubungan dengan eksitasi nodus
sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan
yang normal berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran.
Pembesaran antrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang P, serta
mengubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi
gelombang P. Misalnya, irama yang bersal dekat perbatasan AV dapat menimbulkan
inversi gelombang P, karena arah depolarisasi atrium terbalik.
2. Interval
PR
Diukur dari permukaan
gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup juga
penghantaran impuls melalui antrium dan hambatan impuls pada nodus AV. Interval
normal adalah 0,12 sampai 0.20 detik. Perpanjangan interva l PR yang abnormal
menandai adanya gangguan hantaran impuls, yang disebut blok jantung tingkat
pertama.
3. Kompleks
QRS
Menggambarkan
depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena banyak massa otot
yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar begitu cepat,
normal lama kompleks QRS adalah antara 0,06 dan 0,01 detik. Pemanjangan
penyebaran impuls melalui berkas cabang disebut sebagai blok berkas cabang akan
menlebarkan kompleks ventrikuler. Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti
takikardia ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS
oleh sebab jalur khusus yang mempercepat penyebaran impuls melaui ventrikel di
pintas. Hipertropi ventrikel akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena
penambahan massa otot jantung. Repolarisasi atrium terjadi selama ventrikel.
Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut akan menutupi gambaran pemulihan atrium
yang tercatatdi elektrokardiografi.
4. Segmen
ST
Interval
ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi
ventrikel. Tahap awal perubahan repolarisasi ventriklel terjadi selama periode
ini, tetapi perubaha ini terlalu lemah dan tidak tertangkap EKG. Penurunan
abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan penigkatan
segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan digitalis akan menurungkan segmen
ST.
5. Gelombang
Interval QT
Interval
ini diukur mulai dari awal kompleksQRS sampai akhir gelombang T, meliputu
depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata-rata adalah 0,36
sampai 0,44 detik dan bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT
memanjang pada pemberian obat-obat anti disritmia seperti kunidin, prokainamid,
setalol (betapace), dan amidaron (cordarone).
G.
Prinsip Membaca
EKG
Untuk
membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti
urutan petunjuk di bawah ini
1. Irama
Pertama-tama
tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh
sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama
sinus. Bukan irama sinus dapat berupa suatu
aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga, irama
jungsional, takikardia ventrikular, dan lain-lain.
2. Laju
QRS (QRS Rate)
Pada
irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari 60
kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus.
Laju
QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia
supraventrikular (kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks
QRS lebar). Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan
juga laju gelombang P (atrial rate).
EKG
normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi
atrium, atau pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun
ventrikel), juga pada sick sinus syndrome.
3. Aksis
Aksis
normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila
lebih dari +180° disebut aksis superior.
Kadang
kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada
EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan
sama besarnya.
4. Interval
-PR
Interval
PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV
derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan
Wolff-Parkinson- White syndrome.
5. Morfologi
a. Gelombang P
Perhatikan
apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal
atau
P-mitral.
b. Kompleks
QRS
Adanya
gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian
jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat).
Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang
tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau
infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan
gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel
kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right
bundle branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
c. Segmen
ST
Elevasi
segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung
yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
d. Gelombang
T
Gelombang
T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted)
menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing
menandakan hiperkalemia.
e. Gelombang
U
Gelombang
U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi. Gelombang U yang
terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.
H.
Kelainan Kompleks
pada Beberapa Penyakit.
Pada
dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG
normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran
EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan,
maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.
1. Kelainan
gelombang P.
Kelainan
penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan kecepatan
yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi,
lebar dan “not ched” pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik
pada VI dan V2. adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis.
Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing
pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik
pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung
kogenital.
Kelainan
penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal
gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit
jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan
kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya
fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR),
pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu
gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “
AV nodal premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimanabentuk kompleks
QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa
ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh
gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah normal.
Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul
akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi
(PJH). Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya
kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul
pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
2. Kelainan
interval P-R
- Interval
P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi
AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R >
0,22 detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis,
intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik. PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P
dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan
seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks
P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2
: 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe
lain dari blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung tingkat
III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama
kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang
P. jadi terdapat disosiasi komplit antara atriumdan ventrikel.
- Interval
P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk QRS.
Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
3. Kelainan
gelombang Q.
Gelombang
Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm
(lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya
miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan
gambaran yang normal.
4. Kelainan
gelombang R dan gelombang S.
Dengan
membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan
R di III menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan ini ditemukan pada
hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan,
korpulmonale. Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left
axis deviati on”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH).
Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1
dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6
menunjukkan adanya LVH.
5. Kelainan
kompleks QRS
- Pada
blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau
“notched”
dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR
(Penyakit Jantung Rematik).
- Kompleks
QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya
teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit
terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
- Kompleks
QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus
takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi
ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung
Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi
digitalis.
- Irama
QRS tidak tetap.
Kadang-kadang
kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV nodal premature beat”,
“ventricular premature beat”. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis.
Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana
sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.
6. Kelainan
segmen S-T.
Suatu
kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya
dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri
perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1
mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar.
Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya
disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya
insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya
infark miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan
prekordial menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding
inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III,
dan aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan
tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan
pada infark ventrikel kanan
7. Kelainan
gelombang T.
Adanya
kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu
dikemukakan beberapa patokan yaitu :
- Arahnya
berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
- Amplitudo
gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.
- Gelombang
T terbalik dimana gelombang R menyolok.
- Lebih
tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II,
III.
Oleh
karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi
kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran
klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan
-perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing,
disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-kadang
gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana
defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I
terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya
insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan
kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan
simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding
posterior.
8. Kelainan
gelombang U.
Adanya
gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang
sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
IV.
Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan
1.
Mesin
EKG (elektrokardiogram) dilengkapi dengan 3 kabel :
a.
Satu
kabel untuk listrik (power)
b.
Satu
kabel untuk bui (ground)
c.
Satu
kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dengan tanda berbagai warna
2.
6
buah elektroda dada dengan balon hisap
3.
4
buah plat elektroda extremitas dan manset
4.
Tempat
tidur
Bahan yang diperlukan
1.
Alkohol
70%
2.
Kapas
3.
Kertas
EKG (telah siap pada alat EKG)
4.
Elektrida
jelly
V.
Prosedur Kerja
1.
Dipersiapkan
alat yang bersih dan bahan yang diperlukan
2. Pasien
berbaring dengan bagian dada bebas dari pakaian dan bahan-bahan logam yang
dipakai seperti jam tangan agar tidak mengganggu perekaman
3.
Dibersihkan
bagian tubuh pasien yang akan diperiksa dengan menggunakan kapas yang diberi
alkohol 70% (dada, pergelangan tangan dan pergelangan kaki)
4. Setelah
alkohol kering, dioleskan elektroda jelly pada bagian yang dimaksud (dada,
pergelangan tangan dan pergelangan kaki tepat pada pembuluh nadi)
5.
Dipasangkan
alat elektroda hisap pada dada, plat elektroda pada pergelangan tangan dan kaki
sesuai dengan kode warna elektroda pada tabel dibawah
Warna
|
Kode
|
Tempat
|
Warna
|
Kode
|
Tempat
|
Merah
|
R
|
Lengan
kanan
|
Putih
|
RA
|
Lengan
Kanan
|
Kuning
|
L
|
Lengan
kiri
|
Hitam
|
LA
|
Lengan
Kiri
|
Hijau
|
F
|
Kaki
kanan
|
Merah
|
LL
|
Kaki
Kanan
|
Hitam
|
N
|
Kaki kiri
|
Hijau
|
RL
|
Kaki Kiri
|
Putih/Merah
|
C1
|
Dada 1
|
Coklat/Merah
|
V1
|
Dada 1
|
Putih/Kuning
|
C2
|
Dada 2
|
Coklat/Kuning
|
V2
|
Dada 2
|
Putih/Hijau
|
C3
|
Dada 3
|
Coklat/Hijau
|
V3
|
Dada 3
|
Putih/Coklat
|
C4
|
Dada 4
|
Coklat/Biru
|
V4
|
Dada 4
|
Putih/Hitam
|
C5
|
Dada 5
|
Coklat/Orange
|
V5
|
Dada 5
|
Putih/Ungu
|
C6
|
Dada 6
|
Coklat/Ungu
|
V6
|
Dada 6
|
6.
Setelah
elektroda terpasang kemudian mengoprasikan mesin EKG Secara otomatis
7.
Hal
yang harus diperhatikan pada saat penggunaan EKG
a. Pasien
harus dalam keadaan rileks, sebab dala keadaan batuk/stress/bersin akan
mempengaruhi tampilan pada EKG
b.
Penggunaan
elektrida jelly secukupnya, jangan terlalu banyak atau sedikit.
8. Jauhkan
pasien dan alat EKG dari peralatan yang menimbulkan gelombang induksi
elektromagnetik
9.
Dipastikan
peralatan menggunakan arde/grounding
VI.
Hasil
Pengamatan
Pasien
yang melakukan uji EKG
Nama : Teguh Imshan Karim
Umur :
21 tahun
Jenis kelamin :
Laki-laki
Tinggi Badan :
173 cm
Berat Badan :
72 kg
EKG/HR :
78 bpm
VII.
Pembahasan
Pada percobaan pemeriksaan EKG terhadap Praktikan (Teguh Imshan Karim)
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan aliran darah sedikit terhambat yaitu
:
1.
Pola makan tidak teratur
2.
Gaya hidup tidak sehat
3.
Kurang gerak
Pada pemeriksaan EKG ditunjukan HR pasien (Teguh Imshan Karim) sebesar 78,
sedangkan pada jantung normal, nilai hasil HR dari EKG mencapai 70-80.
VIII.
Kesimpulan
Hanya ada dua hasil
dari pemeriksaan EKG ini, yaitu hasil yang normal dan hasil yang abnormal yaitu
hasil yang mengidikasikan adanya gangguan tertentu pada jantung.
Hasil pemeriksaan
EKG pada praktikan (Teguh Imshan Karim) menunjukan bahwa jantung yang diperiksa
Normal, tidak ada kelainan pada jantung.
DAFTAR PUSTAKA
http://gudangardhy.blogspot.co.id/2012/09/elektrokardiogram-ekg.html
Price, Sylvia Anderson.2005. Patofisologi Konsep
Klinis Proses-ProsesPenyakit. Jakarta : EGC
Anonim.
2011. Electrocardigram.http://www.medicinenet.com/electrocardiogram_ecg_or_ekg/article.htm
Anonim. 2010. EKG or Elektrocardigram.http://www.heartsite.com/html/ekg.html
Hampton, Jhon R. 2006. Dasar-dasar EKG.
Jakarta. EGC
Sherwood. 2003. Fisiologi Manusia. Jakarta
: ECG
Irfan Padoe. 2010. Kegunaan EKG
dan Cara Merekam EKGhttp://www.infokeperawatan.com/info-
kesehatan/kegunaan-ekg-dan-cara-merekam-ekg.html
Anonim. 2009. Buku Acuan Pemeriksaan Ekg.http://www.med.unhas.ac.id/meu/index.php/option=com_docmantask...pdf
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk
Mahasiswa keperawatan. Jakarta : EGC
Sudoyo. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.
Jakarta : Interna Publishing.
Guyton, Arthur C, Jhon.2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 11.Jakarta : ECG
Benson, Harold J. 2005. Anatomy and Physiology. New
York : Mc Graw Hill
Tidak ada komentar:
Posting Komentar